Saya terinspirasi sebuah filosofi dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, ayahanda dari Sri Sultan Hamengkubuwono X yang saat ini adalah Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Tahta untuk Rakyat", sebuah filosofi dari seorang bangsawan yang sungguh melayani rakyat.
Apabila seseorang yang pada jamannya dianggap sebagai titisan Tuhan yang memiliki "Divine Rights to rule absolutely" mengatakan bahwa kekuasaannya adalah untuk rakyat, bagaimanakah saya yang pendidik ini bisa melayani bangsa dan negara ?
Bukankah hidup ini adalah untuk beribadah kepada Tuhan dan untuk itu melakukan kebajikan-kebajikan di muka bumi ini untuk Memayu Hayuning Bhawana ?
Barangkali profesi seorang pendidik tidaklah sementereng menjadi pengusaha, politikus maupun bangkir ? Namun dampak dari apa yang ia ajarkan bisa memberikan dampak yang besar bagi bangsa ini ?
Di negeri ini barangkali penghargaan pendidik belum begitu dihargai dibandingkan dengan di negara maju ? Namun tuntutan yang dibebankan sungguh berat, melalui berbagai persyaratan, melalui berbagai peraturan-peraturan yang sungguh memberatkan. Dan tentunya kata-kata sumbing karena berada di sebuah Kementrian yang konon memiliki angka penyelewengan finansial yang termasuk tinggi. Hal ini menjadikan kontrol-kontrol finansial yang sering sekali absurd dalam melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Padahal kebocoran-kebocoran sering terjadi di level birokrasi dan karena karakteristik output di dunia pendidikan susah diukur sehingga menjadi lahan subur bagi birokrat-birokrat pengelola.
Namun ketika aku menyandarkan diri pada filosofi "Tahta untuk Rakyat", aku merasa bahwa pengorbananku belumlah apa-apa dibandingkan dengan orang-orang besar yang komit dan jujur dalam membangun negeri ini ?
Aku terkadang lupa bahwa jaman dahulu almarhumah ibu-ku mengabdikan diri menjadi guru sekolah menengah di jaman orde baru, tanpa remunerasi dan tunjangan-tunjangan profesi. Namun, kehidupan jaman sekarang yang konsumtif sering sekali merubah idealisme pendidik.
Sering sekali Doktor lulusan luar negeri mengeluh bahwa penghargaan tidak sepadan dengan pengorbanan dan seringkali memperbandingakan dengan rekan sejawat di luar negeri. Sri Sultan Hamengkubuwono IX kuliah di Belanda, sebuah negeri yang kala itu maju, namun beliau tetap merasa sebagai seorang anak bangsa yang harus membangun negerinya. Sungguh aku malu apabila mengingat beliau.
Sering sekali Doktor lulusan luar negeri mengeluh bahwa penghargaan tidak sepadan dengan pengorbanan dan seringkali memperbandingakan dengan rekan sejawat di luar negeri. Sri Sultan Hamengkubuwono IX kuliah di Belanda, sebuah negeri yang kala itu maju, namun beliau tetap merasa sebagai seorang anak bangsa yang harus membangun negerinya. Sungguh aku malu apabila mengingat beliau.
Ya Tuhan, berikanlah hamba kekuatan untuk benar-benar mengabdikan diri. Aku yakin bahwa Engkau akan mempermudah urusanku apabila benar-benar berniyat mengabdikan diri dan berkorban bagi nusa dan bangsa ini. Berikanlah hamba kekuatan dalam melaksanakan tugasku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar