Rabu, 23 April 2014

Pendidikan Nasional Indonesia dalam Rentang Waktu

Sistem pendidikan nasional dewasa ini sedang banyak disorot, baik pada level nasional maupun internasional. Salah satu kejadian yang menggemparkan dunia pendidikan adalah terjadinya pelecehan seksual di salah satu sekolah internasional di Jakarta. Kasus tersebut pada akhirnya menguak suatu fakta bahwa sekolah internasional tersebut tidak memiliki ijin. Meski seharusnya kasus tersebut hanyalah salah satu dari sekian banyak permasalahan, namun sedikit banyak mempengaruhi citra pendidikan Indonesia di dunia internasional.

Sekolah internasional tersebut sebenarnya sangat kasuistis dimana dalam sistem pendidikan Indonesia tidak diakui sebagai sekolah Indonesia yang patuh pada hukum dan regulasi Indonesia, namun disisi lain lokasi terletak di Indonesia. Dunia internasional pada umumnya dan dunia pendidikan internasional pada khususnya akan ikut menyorot dan menghakimi sistem pendidikan Indonesia adalah salah satu dari yang terburuk. Pada akhirnya kita kemudian bertanya, siapakah yang seharusnya bertanggungjawab ?

Kementrian pendidikan dan kebudayaan tentunya tidak bisa dianggap sebagai pihak yang turut bertanggungjawab, karena eksklusivitas dari sekolah tersebut. Eksklusivitas tersebut disebabkan karena standar pendidikan menggunakan standar Inggris dan tidak mengikuti standar sistem Indonesia. Kultur yang ada di sekolah itupun tidak sesuai dengan kultur yang berkembang di Indonesia, namun berada di Indonesia. Lalu bentuk evaluasi apa yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari sekolah tersebut ?

Apabila kita mendefinisikan pengelolaan atau manajemen, tentunya kita mengenal POAC atau Planning, Organizing, Actuating and Controling. Dalam kasus ini, siapakah yang akan memonitor keempat proses yang ada dalam manajemen pengelolaan sekolah itu ? Apakah eksklusivitas dan citra internasional saja cukup untuk mengatakan bahwa sekolah itu qualified ?

Peristiwa itu selayaknya menjadi pelajaran bagi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai regulator pendidikan nasional. Akan seperti apakah nanti apabila banyak sekali sekolah dari luar negeri yang akan menjamur apabila benar-benar kita memasuki era free trade sehingga semua badan hukum dari luar negeri bisa membuka operasi di Indonesia, khususnya dunia pendidikan ? Sudah selayaknya Kemendikbud memikirkan hal ini jauh-jauh hari sebelum terjadi kasus lain selain pelecehan seksual, namun misalnya penjualan ijazah ?

Jaman dahulu, sekolah yang dianggap "luar negeri" dan bertaraf internasional dianggap ampuh dan mumpuni. Seseorang yang bisa sekolah ke luar negeri dianggap sebagai orang pintar di Indonesia. Namun bagaimanakah selanjutnya apabila sekolah yang tadinya berada di luar negeri masuk ke Indonesia ? Apakah sekolah tersebut bersedia untuk mengikuti aturan main Indonesia ? Sedangkan sistem pendidikan nasional Indonesia masih dianggap berkualitas rendah ? Apabila sekolah dari luar negeri tersebut tidak mau tunduk pada peraturan Indonesia, standar mana yang mereka pakai dan pihak mana menjadi evaluator sekolah tersebut ?

Dunia pendidikan memang berbeda dengan dunia perdagangan dan industri, namun dengan perkembangan globalisasi sumber daya dan pendidikan, apakah dunia pendidikan akan diperdagangkan dan diindustrialisasi ?

Apakah kita hanya akan berkata, waktulah yang akan menentukan ? Terlalu riskan apabila kita mengatakan hal itu. Kita harus bisa menjadi bangsa yang kuat dan berpendirian apabila masuk ke dalam ranah pembentukan karakter dan pembentukan manusia seutuhnya.

SALAM PENDIDIKAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar